Abstrak :
Dalam pembelajaran materi ilmu kesehatan,terutama
farmasi, Farmakologi seringkali dianggap pelajaran yang sulit, padahal
pelajaran ini mendasari hampir semua praktek farmasi. Apalagi, menggabungkannya
melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) pada pasien yang membutuhkan
ketrampilan khusus dan pelatihan yang berulang-ulang. Penelitian ini bertujuan
meningkatkan kemampuan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) peserta didik
melalui metode Role Play (bermain peran) sebagaimana keadaan sebenarnya,
Abstract :
In learning health sciences, especially pharmacy,
Pharmacology is often considered a difficult subject, even though this subject
underlies almost all pharmacy practice. Moreover, combining it through information
communication and education (IEC) in patients who require special skills and
repeated training. This study aims to improve the information communication and
education (IEC) ability of students through the Role Play method as the actual
situation
Keywords : information communication and education,
role play
I.
PENDAHULUAN
Ilmu
Farmakologi pada program studi Farmasi Klinis dan komunitas merupakan
pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat fisika dan kimia, kegitan
fisiologi, absirpsi dan nasib obat dalam organisme hidup. Hal ini merupakan
dasar dalam melakukan pelayanan kefarmasian di berbagai sarana pelayanan terutama
apotek, Rumah Sakit atau bidang klinis lain. Disini, komunkasi, pemberian
informasi dan edukasi (selanjutnya disingkat KIE) pada masyarakat akan sangat
mempengaruhi keberhasilan terapi
Berdasarkan
pengalaman peneliti pada peserta didik kelas XI FKK DI SMK Muhammadiyah 1
Pandaan kabupaten Pasuruan didapatkan hasil belajar peserta didik dalam
pembelajaran KIE Farmakologi masih sangat rendah. Remdahnya hasil belajar dapat
dilihat pada table berikut
Tabel 1 Data Awal Hasil Belajar KIE Farmakologi
Jumlah
siswa |
KKM |
Jumlah
siswa |
Rata-rata
kelas |
||
Tuntas |
Tidak
Tuntas |
||||
1 |
22 |
60 |
9
( 41 % ) |
13
( 59 % ) |
42,73 |
Setelah diamati, penulis menemukan gejala-gejala
yang menyebabkan rendahnya hasil belajar KIE Farmakologi.geja;a tersebut antara
lain :
A.
Peserta
didik kurang memperhatikan penjelasan guru
B.
Peserta
didik tidak mampu mengikuti peuinjuk yang diberikan guru
C.
Peserta
didik merasa bosan dan kurang perhatian ketika pembelajaran berlangsung
D.
Kurangnya
minat dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran
Penyebab
hal itu bisa disebabkan oleh kurangnya variasi metode dalam pembelajaran KIE
tersebut, atau media yang kurang memeberikan gambaran sesuai kenyataan yang
terjadi di dunia nyata. Untuk itu perlu ditambahkan metode inovatif lainnya ,
dalam hal ini kita akan menggunakan metode Role Play (bermain peran), dimana
spesrta didik akan memerankan pihak-pihak yang telibat dalam pelayanan
kefarmsian. Ini adalah salah satu permainan Pendidikan dengan tujuan menhayati
perasaan, sudut pandang atau cara berpikir orang lain, dalam hal farmasi adalah
pasien atau konsumen.peserta didik akan diajak memecahkan masalah dengan
bantuan kelompok sosisla yang anggotanya teman-temannya sendiri. Melalui
bermain peran, mereka akan mengeksploitasi maslah dengan cara mmeperagakannya
yang nanti hasilnya akan didiskusikan di depan
kelas.
Gambar 1 Peragaan role play
Berdasarkan
masalah-masalah yang telah dijelaskan di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tindakan kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem
Based Learning dengan Metode Role Play untuk Meningkatkan Keterampilan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi pada Sistem Syaraf Pusat (Nyeri)” untuk
meningkatkan hasil belajar KIE Farmakologi pada peserta didik kelas XI FKK SMK
Muhammadiyah 1 Pandaan kabupaten Pasuruan. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah penerapan metode Role Play (bermain peran) dapat meningkatkan
hasil belajar KIE Farmakologi pada peserta didik kelas XI FKK SMK Muhammadiyah
1 Pandaan kabupaten Pasuruan?”. Tujuan penelitian ini adalah Peningkatan hasil
belajar KIE Farmakologi pada peserta didik Kelas XI FKK SMK Muhammadiyah 1 Pandaan
dengan penerapan metode bermain peran.
Model
pembelajaran bermain peran (role playing) merupakan salah satu model
pembelajaran sosial, yaitu suatu model pembelajaran dengan menugaskan siswa
untuk memerankan suatu tokoh yang ada dalam materi atau peristiwa yang
diungkapkan dalam bentuk cerita sederhana. Model pembelajaran bermain peran
(role playing) dipelopori oleh George Shaftel dengan asumsi bahwa bermain peran
dapat mendorong siswa dalam mengekspresikan perasaan serta mengarahkan pada kesadaran
melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis pada situasi permasalahan
kehidupan nyata (Uno, 2012).
Menurut
Djamarah (2010) model role playing (bermain peran) dapat dikatakan sama dengan
sosiodrama, yang pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya
dengan masalah sosial. Bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk menghadirkan peran-peran yang ada
dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas, yang
kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian
terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan dan kemudian memberikan saran/
alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. (Hamdayana, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model role
playing adalah uatu model pembelajaran dengan menugaskan siswa untuk memerankan
suatu tokoh yang ada dalam materi atau peristiwa yang diungkapkan dalam bentuk
cerita sederhana yang telah dirancang oleh guru. Beberapa kelebihan penerapan
model pembelajaran bermain peran (role playing) menurut (Djamarah, 2010), yaitu:
A.
Siswa
melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat isi bahan yang akan
didramakan.
B.
Siswa
akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
C.
Bakat
yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul tumbuh
seni drama dari sekolah.
D.
Kerja
sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik- baiknya.
E.
Siswa
memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan
sesamanya.
F.
Bahasa
lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang
lain.
Selain
kelebihan-kelebihan tersebut model pembelajaran bermain peran juga mempunyai
beberapa kelemahan sebagai berikut (Djamarah, 2010).
A.
Sebagian
besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka jadi kurang kreatif.
B.
Banyak
memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran
maupun pelaksanaan pertunjukan.
C.
Memerlukan
tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menjadi kurang bebas.
D.
Sering
kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadang- kadang
bertepuk tangan, dan sebagainya.
Sebagai
sebuah metode, maka memerlukan langkah-langkah dalam melaksanakan metode
tersebut. Langkah-langkah itu terdiri dari:
A.
Menentukan masalah yang akan dimainkan
Guru mengemukakan masalah yang akan
dimainkan dan membuka tanya jawab untuk memperjelas masalah dan tujuan
kegiatan. Masalah yang hendak dimainkan didiskusikan secara detail agar
terpahami oleh peserta didik. Penjelasan diarahkan kepada penjelasan masalah
dan bukan bagaimana pesrta didik memainkan perannya. Jadi, dipersilahkan
memainkan peran secara bebas. Dalam diskusi menentukan masalah, juga dibahas
tentang tokoh-tokoh yang terlibat dalam masalah, situasi yang melingkupi
masalah dan dimana masalah terjadi. Ketika semua yang melingkupi masalah sudah
teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah menentukan siapa yang
memainkan peran
B.
Memilih
peran
Peserta didik dan guru mulai mencari
gambaran karakter peran yang hendak dimainkan. Setelah didapat gambaran karakter
peran dalam masalah, kemudian menentukan pemain dengan cara ditawarkan kepada peserta
didik. Penawaran peran kepada pemain berfungsi untuk mendapat sudut pandang dan
interpretasi pemain terhadap peran yang hendak dimainkan. Interpretasi peran
pasti berbeda antar peserta sesuai dengan pengalaman kehidupannya. Dengan
beragamnya pengalaman inilah, maka penyelesaian masalah yang hendak dimainkan
akan beragam
C.
Menyususn
scenario
Inti masalah dan pemain telah ditentukan
melalui diskusi dan permasalahan telah dipahami oleh peserta didik. Langkah
selanjutnya adalah menyusun skenario, bagaimana para peserta didik beraksi.
Susunan skenario tidak boleh menyimpang dari inti atau pokok masalah yang
dihadapi dan hanya berisi gambaran garis besar. Pada tahap ini guru dapat
membantu menyusun skenario dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
sederhana mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peran tersebut. Misalnya peran
yang hendak dimainkan memiliki status sosial yang seperti apa, bagaimana
karakternya (pemarah, mudah tersinggung, pemalu, suka menghina atau sensitif
sehingga terkesan cengeng). Setelah semua terkumpul dan teridentifikasi,
disusunlah skenario sederhana bagaimana jalannya cerita tersebut. Penyusunan
skenario harus mempertimbangkan konflik yang terjadi antar peran yang ada dalam
masalah tersebut.
D.
Menyiapkan
penonton sebagai pengamat
Skenario yang telah disusun kemudian
dipelajari oleh peserta didik agar terpahami inti atau pokok masalahnya.
Sementara calon pemain mempelajari masalah, guru menyiapkan penonton sebagai
pengamat. Fungsi pengamat sebagai pemberi komentar atau bisa juga sebagai
evaluator permainan. Evaluasi menyangkut pemecahan masalah, cara pemain dalam
memainkan peran yang ada di skenario, proses kerjasama antar pemain dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi dan hal-hal yang berhubungan dengan
roleplay
E.
Memainkan
roleplay
Setelah semua siap, langkah selanjutnya
adalah memainkan skenario yang telah disusun. Guru membiarkan peserta didik
untuk mengekspresikan dirinya dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam
skenario tadi. Peserta didik bermain sesuai karakter peran yang telah
disepakati dan alur cerita yang ada di skenario. Apabila ada peserta didik yang
kurang paham terhadap skenario atau karakter peran yang dimainkan, maka guru
boleh menyuruh memainkan ulang. Tujuan mengulang permainan adalah agar peserta
didik bermain sesuai dengan alur yang digariskan di skenario dan berperan
sesuai dengan karakter peran yang menjadi gambaran karakter yang telah
diajukan. Ketika permainan sesuai dengan alur yang digariskan dan berperan
sesuai dengan peran yang dimainkan maka peran tersebut dapat diselidiki dan
dianalisis.
F.
Melakukan
diskusi dan evaluasi
Ketika permainan usai, maka dilakukan
diskusi dan evaluasi terhadap permaian tersebut. Dalam diskusi dan evalusi, guru
mengajukan pertanyaan yang merangsang peserta untuk berfikir kritis demi
sempurnanya permainan. Rangsangan pertanyaan akan membuat peserta didik kreatif
dan mengkaji ulang terhadap peran yang dimainkan. Peserta didik akan
menciptakan ulang karakter peran dan membuat alternatif-alternatif kemungkinan
yang lain dari hasil masukan peserta diskusi.
Pengamat dalam hal ini peserta didik
lain sebagai pihak yang tidak merasakan permainan akan memiliki pemikiran lain
terhadap peran yang dimainkan. Penonton memiliki sudut pandang berbeda dalam
memainkan peran dan menyelesain masalah yang telah disepakati. Pemikiran
penonton sebagai bahan alternatif untuk penciptaan baru. Dengan demikian
permainan akan sangat beragam dan akan mendapatkan jawaban yang beragam dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
G.
Memainkan
ulang
Setelah mendapatkan masukan dari
berbagai pihak, permainan diulang kembali dengan mempertimbangkan saran peserta
didik lain. Permainan ulang diharapkan mendekati sempurna karena telah mendapat
saran dan kritik yang membangun. Dengan mendapatkan masukan maka alur cerita
pasti mengalami perubahan, menuju kebaikan. Permainan peran juga akan mengalami
perubahan, tetapi perubahan menuju kesempurnaan bermain. Permainan ulang harus
mempertimbangkan masukan dari peserta didik lain dan guru.
H.
Berbagi
pengalaman dan menarik kesimpulan
Peserta didik harus mempu menceritakan
pengalaman bermain dalam roleplay setelah permainan selesai. Pengalaman
tersebut dibagikan kepada peserta didik lain sebagai satu pengalaman kreatif.
Peserta didik lain yang mengetahui pengalaman kreatif akan merasa tertantang
untuk ikut bermain. Dari pengalaman ini bisa diambil kesimpulan bagaimana
memainkan karakter tertentu dengan baik. Permasalahan yang sebelum roleplay
belum diketahui, maka pada akhir cerita akan mendapatkan jawaban pemecahan.
Dari kesimpulan yang didapat, diharapkan dapat merubah pola perilaku baru.
Perubahan pola perilaku baru, maksudnya
setelah ada kesadaran akan kebutuhan untuk mengubah perilakunya, individu harus
dapat mengembangkan kesadaran ke arah pengertian dan pemahaman terhadap situasi
masalah yang dihadapi. Pemahaman terhadap masalah yang dihadapi terbantu dengan
jalan memerankan situasi itu dalam sebuah permainan peran. Individu dapat
mencobakan perilaku baru dalam situasi yang aman. Di dalam situasi bermain
peran, individu sering menerima ide baru yang menakjubkan dari anggota kelompok
lain mengenai bagaimana orang lain akan mereaksi terhadap perilaku baru,
sehingga ia segera dapat membuat rencana untuk menghindari hasil negative
Menurut
Slameto (2013) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut
Djamarah (2010) belajar adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan
latihan. Sanjaya (2011) mengatakan belajar bukanlah sekedar mengumpulkan
pengetahuan, belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang,
sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai akibat dari
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses perubahan
dalam diri baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.
Menurut
Slameto, (2013) Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya,
tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan
faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar
individu.
Faktor-faktor
intern antara lain faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
Faktor jasmani antara meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. Faktor
psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
dan kesiapan. Faktor kelelahan meliputi kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
Faktor-faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokkan
menjadi 3 faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Faktor keluarga antara lain cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan
latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan peserta didik, relasi sesame peserta didik, disiplin
sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sedangkan faktor masyarakat
meliputi kegiatan peserta dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat.
Kemampuan
peserta didik dapat dilihat dari proses pembelajaran langsung, namun adakalanya
peserta didik mampu menyerap semua materi yang diberikan, namun ada kala yang
hanya setengah atau sebagian kecil saja. Kemampuan peserta didik dalam menyerap
materi pelajaran dikenal dengan hasil belajar. Menurut Bloom dalam Suprijono
(2014), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotorik.
Menurut Suprijono (2014) bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya pada satu aspek potensi kemanusian saja, hasil belajar
juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Hasil belajar adalah terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri peserta didik yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk
perubahan pengetahuan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang lebih baik. Dalam mengajarkan KIE Farmakologi,
tidak saja dituntut kemampuan dalam hal menguasai materi yang akan diajarkan,
namun harus mampu pula menyajikannya, baik dalam kelas maupun di luar kelas.
Gambar
2 pembelajaran diskusi roleplay
Kemampuan
menyampaikan bahan pelajaran merupakan syarat yang amat penting dalam proses
belajar-mengajar yang baik. Hasil belajar adalah penilaian pendidik tentang
perkembangan dan kemajuan siswa yang berkemauan dengan penguasaan bahan
pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam
kurikulum. Hasil belajar dalam kegiatan belajar mengajar tidak saja dipandang
dari sudut kognitif akan tetapi juga dari sudut efektif dan psikomotor.
Biasanya hasil belajar dinyatakan dalam bentuk nilai dengan menggunakan tes.
Maksud tes yang utama adalah untuk mengukur hasil belajar. Di samping itu, tes
juga dipergunakan untuk menentukan seberapa jauh hasil belajar siswa tentang
materi yang telah dipelajari, karena itu tes dapat digunakan sebagai penilaian
dalam penentuan tingkat pencapaian.
Menurut
Sudjana (2009) inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai objek
tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Penilaian dilakukan dalam proses
belajar mengajar berfungsi sebagai berikut :
A.
Untuk
mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran.
B.
Umpan
balik bagi perbaikan proses pembelajaran.
C.
Dasar
dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tuanya.
Untuk
itu guru dituntut kreatif dalam memilih dan menggunakan metode atau model yang
tepat dalam setiap mata pelajaran. Hasil belajar KIE Farmakologi adalah tingkat
penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran yang dilihat dari skor hasil
belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran bermain peran (role
playing). Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pengetahuan yang
dimiliki peserta didik setelah melakukan kegiatan pembelajaran, sedangkan hasil
belajar KIE Farmakologi dalam penelitian ini adalah tingkat penguasaan peserta
didik terhadap materi pembelajaran yang dilihat dari skor hasil belajar peserta
melalui penerapan model pembelajaran bermain peran.
II.
METODE
PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada peserta didik
kelas XI FKK SMK Muhammadiyah 1 Pandaan kabaupaten pasuruan. Penelitian yang
dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang berguna untuk memperbaiki
permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran. Penelitian dilakukan dalam 1
siklus dalam 2 kali pertemua yang akan membandingkan KIE farmakologi pada
minggu pertama diskusi tanpa role play, dan kemudian yang lain diskusi dengan
roleplay.
Sesuai dengan jenis penelitian ini, maka
desain penelitian tindakan kelas yang dilakukan adalah model siklus yang
terdiri dari 4 tahap yaitu tahap rencana, tahap tindakan, tahap observasi dan
tahap refleksi (Arikunto, 2010). Subjek penelitian adalah peserta didik kelas
XI FKK SMK Muhammadiyah 1 Pandaan kabupaten Pasuruan dengan jumlah 25 peserta
didik, 7 laki-laki dan 18 perempuan. Data dalam penelitian ini dikumpulkan
menggunakan observasi diskusi dan tes postes
Analisis yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah :
A.
Analisis
keaktifan siswa dalam diskusi
Observasi dilakukan bersamaan
dengan menggunakan lembaran observasi yang mengandung 8 aspek penilaian diskusi
seperti persiapan, pembukaan, penguasaan materi, performance dan improvisasi,
keaktifan menjawab pertanyaan, media, penutup dan sikap
Tabel 2. Perbandingan penilaian diskusi
Nama peserta didik |
Total penilaian RPP 2 Pertemuan pertama |
Total penilain RPP 3 pertemuan kedua |
70 |
80 |
|
AINUN JARIYAH |
50 |
70 |
AKUMULAILA RAMADHANI PRASETYO |
70 |
80 |
ANDINI AULIA AKBARIZKY |
70 |
80 |
ANDINI PRAMESWARI O R |
60 |
75 |
ARIK FERDIANSYAH |
60 |
75 |
AULIA SUSANTI |
60 |
75 |
DAVINA ALFARETHA |
80 |
90 |
DWI YULIANASARI |
55 |
75 |
EMILY WIJAYA |
80 |
90 |
IRZAL ARDIANSYAH |
55 |
70 |
KHURIN AIN |
60 |
75 |
LISA CANDRA AMILIA PUTRI |
60 |
80 |
LUTFIA SILVI |
60 |
80 |
MUHAMMAD HARIS ARDIANSYAH |
60 |
80 |
MUHAMMAD IFAN AFANDI |
50 |
70 |
NABILAH KUSUMA WARDAH |
65 |
75 |
NAZILAH DEBBY ANGGRAENI |
70 |
85 |
RACHMAWAN YOGA PRABOWO |
55 |
70 |
REVA
FEBRIANI |
60 |
75 |
RISKA NABILA PUTRI |
50 |
70 |
RITA KARUNIAWATI |
55 |
70 |
RIZKIYATUL AMALIAH FANANI |
80 |
90 |
SERFIAN ABDI PRAMUJA |
60 |
75 |
SYANIA EKA RATIH PRATIWI |
60 |
75 |
Rata-Rata kelas |
61,6 |
77,2 |
B.
Tes
Hasil belajar melalui postes yang diberikan di akhir pembelajaran.
Hasil belajar akhir setelah bermain
peran (Role Play) dan pemberian saran dari peserta didk lain.
Tabel
3. Data Akhir Hasil Belajar KIE Farmakologi
No |
Jumlah siswa |
KKM |
Jumlah siswa |
Rata-rata kelas |
|
Tuntas |
Tidak Tuntas |
||||
1 |
20 |
60 |
9 ( 45 % ) |
11 ( 55 % ) |
47,00 |
C.
Peningkatan
hasil belajar peserta didik
P = Posrate-Basarate
X 100 % (Purwanto, 2008)
Basarate
Keterangan :
P : Peningkatan hasil belajar
Posrate::Nilai
setelah diberi tindakan
Basarate: Nilai
sebelum tindakan
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Data yang dianalisis dalam penelitian
ini adalah keaktifan dalam diskusi, data
akhir hasil belajar setelah play role(bermain peran) dan peningkatan hasil
belajar peserta didik pada materisistem saraf puast subbab nyeri.:
A.
Keaktifan
peserta didik dalam diskusi
Dari
perbandingan nilai aktivitas antara pertemuan pertama tanpa role play dengan
pertemuaan kedua dengan roleplay rata- rata kelas telah mencapai nilai lebih
dari 70, melebihi KKM ketrampilan. Ini artinya role play berpengaruh
meningkatkan ketrampialn peserta didik, sehingga lebih memudahkan mencapai
tujuan pembelajaran
B.
Data
akhir hasil belajar
Data yang
didapatkan saat postes terakhir persentase ketuntasan meningkat, tapi dengan
jumlah responden yang berkuarng akrena ada yang sakit dan trouble pada
smartphonenya. Namun rata-rata kelas belum mencapai KKM pengetahuan, mungkin
disebabkan karena mungkin perlu waktu lebih banya untuk adapatasi, apalagi ini
merupakan materi pertama analisis obat sehubungan penyakit sisstem syarf pusat.
Diharapkan dalam materi selanjutnya lebih mudah dalam memahaminya karena telah
mengenal langkah-lankah seperti yang dilakukan dalam materi ini
C.
Peningkatan
hasil belajar
Dalam hal ini terjadi peningkatan
sesuai rumus
P = ( 47-42,73 ) X 100 % =
10 %
42,73
Dari berbagai hasil diatas, belum semua
hipotesis tercapai, mungkin disebabkan waktu penelitian yang kurang atau perlu
adanya penambahan media baru untuk memperjelas materi
IV.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Bersadarkan
hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa :
A.
Metode
role play dapat meningkatkan ketrampilan KIE Farmakologi pesrta dididk
B.
Terjadi
peningkatan tingakt pengtahuan tentang KIE farmasi tapi masih belum secara
signifikan mencapai KKM yang dinginkan
Untuk
itu penulis menyarankan :
A.
Penelitian
lebih mendalam lagi dengan variable yang lebih bervariasi dan replikasi
berlebih agar hasil yang didapat lebih.meyakinkan
B.
Pemberian
motivasi lebih guna peningkatan pengetahuan agar dapat mencapai tingkat yang
diinginkan
C.
Peningkatan
intensitas role play dalam pembelajaran selanjutnya agar lebih mengasah
kemampuan KIE peserta didik
D.
Penambahan
media agar lebih memeperjelas latihan KIE
V.
PUSTAKA
https://repository.bbg.ac.id/bitstream/636/1/Roleplay.pdf Subagiyo H, 2013, Role Play, kemdikbud Direktorat pembinaan SMK, Jakarta
Turdiyanto T, dkk, 2013, Farmakologi untuk SMK Farmasi,EGC, Jakarta