Apt. Mukhamad Abid Najmudin S. Farm
SMK Muhammadiyah 1 Pandaan
e-mail : thkprematurok@gmail.com
Abstrak :
Pengolahan sampah menjadi maslah
yang suliat diatasi dunia global terutama limbah dometik. Untuk itu perlu
dicari berbagai alternative solusi untuk mengurai rumitnya permasalahan ini.
Penelitian ini mencoba untuk mendayagunakan limbah minyak jelantah dengan
menggunakan ampas tebu sebagai adsorben untuk mengurangi zat kimia terlarut
agar bisa digunaka lebih lanjut sehingga masyarakat bisa mendaur ulang
sampahnya sendiri sehingga akan menurunkan beban pengelolan limbah domestic,
sekaligus menjaga kesehatan
Abstract :
Waste processing is a problem that
is difficult to overcome in the global world, especially domestic waste. For
this reason, it is necessary to find various alternative solutions to unravel
the complexity of this problem. This study tries to utilize used cooking oil
waste by using bagasse as an adsorbent to reduce dissolved chemicals so that
they can be used further so that people can recycle their own waste so that it
will reduce the burden of managing domestic waste, while maintaining health.
Keywords : bagasse,
adsorbent, cooking oil waste
I.
PENDAHULUAN
Saat ini, sampah
menjadi problem yang membebani semua negara di dunia. Di Indonesia, hal ini
sering memicu permasalahan lain seperti banjir dan polusi, baik udara , tanah
maupun air. Sampah domestic, ikut menyumbang cukup banyak dalam polusi tanah
dan air. Contohnya adalah minyak jelantah yang berasal dari bekas pemakaian
rumah tangga dan ampas tebu yang berasal dari pengolahan di pabrik gula atau
pembuatan minuman sari tebu di pinggir jalan pada umummya.
Berdasarkan pengalaman
kedua jenis limbah tersebut sangat minim pengolahannya , biasanya ampas tebu
hanya sebagai bahan bakar dan minyak jelantah dipakai berkali-kali (berisiko
terhadap kesehatan).
Untuk itu dalam
penelitian ini kedua bahan limbah tersebut akan dikombinasikan untuk mengurangi
jumlah limbah dan membuka kesempatan pemanfaatan limbah menjadi produk yang
lebih berguna ke depannya.
Pada proses pengolahan
air bersih penggunaan karbo adsorben sering digunakan untuk memisahkan zat
kimia terlarut yang menurunkan mutu air. Untuk itu kita bisa mengambil
hipotesis jelantah dapat dimurnikan dengan bantuan ampas tebu, sehingga dapat
dimanfaatkan lebih lanjut
Gambar 1 Limbah Ampas Tebu
Gambar 2 Limbah Minyak Jelantah
Berdasarkan
masalah-masalah yang telah dijelaskan di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian berjudul “Pengolahan minyak
jelantah dengan adsorben limbah ampas
tebu”´ Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ampas tebu dapat
mengadsorpsi zat terlarut dalam minyak jelantah ?”. Tujuan penelitian ini pemanfaatan
lebih lanjut kedua limbah tersebut, sehingga masyrakat dapat memanfatkannya
menjadi produk lain yang lebih bermanfaat.
Minyak jelantah adalah
minyak yang telah digunakan lebih dari dua atau tiga kali penggorengan, dan
dikategorikan sebagai limbah karena dapat merusak lingkungan dan dapat menimbulkan
sejumlah penyakit. Menurut Julianius (2006) Penggunaan
minyak jelantah yang sudah berulang kali mengandung zat radikal bebas yang
bersifat karsinogenik seperti peroksida, epioksida, dan lain-lain. Pada
percobaan terhadap binatang, konsumsi makanan yang kaya akan gugus peroksida
menimbulkan kanker usus. Menurut
Mahreni (2010), minyak goreng bekas adalah minyak makan nabati yang telah
digunakan untuk menggoreng dan biasanya dibuang setelah warna minyak berubah
menjadi coklat tua. Proses pemanasan selama minyak digunakan merubah sifat
fisika-kimia minyak. Pemanasan dapat mempercepathidrolisis trigliserida dan
meningkatkan kandungan asam lemak bebas (FFA) di dalam minyak.
Kandungan FFA dan air
di dalam minyak bekas berdampak negatif terhadap reaksi transesterifikasi,
karena metil ester dan gliserol menjadi susah untuk dipisahkan. Minyak goreng
bekas lebih kental dibandingkan dengan minyak segar disebabkan oleh pembentukan
dimer dan polimer asam dan gliserid di dalam minyak goreng bekas karena
pemanasan sewaktu digunakan. Berat molekul dan angka iodin menurun sementara
berat jenis dan angka penyabunan semakin tinggi. Perbedaan komposisi asam di
dalam minyak segar dan minyak goreng bekas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1
menunjukkan bahwa kandungan hampir semua asam yang ada di dalam minyak goreng
bekas lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam minyak goreng segar (Mahreni,
2010).
Tabel 2 Mutu minyak jelantah
Adsorpsi adalah proses
penggumpalan substansi terlarut dalam larutan oleh permukaan zat penyerap yang
membuat masuknya bahan dan mengumpul dalam suatu zat penyerap. Keduanya sering
muncul bersamaan dengan suatu proses maka ada yang menyebutnya sorpsi. Pada
Adsorpsi ada yang disebut Adsorben dan Adsorbat. Adsorben adalah zat penyerap,
sedangkan adsorbat adalah zat yang diserap (Giyatmi, 2008).
Adsorben merupakan zat
padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida. Adsorben
biasanya menggunakan bahan-bahan yang memiliki pori-pori sehingga proses
adsorpsi terjadi di pori-pori atau pada letak- letak tertentu di dalam partikel
tersebut. Pada umumnya pori-pori yang terdapat di adsorben biasanya sangat
kecil, sehingga luas permukaan dalam menjadi lebih besar daripada permukaan
luar. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan
polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut
lebih erat daripada molekul lainya (Saragih, 2008)
Proses adsorpsi dapat
berlangsung jika padatan atau molekul gas atau cair dikontakkan dengan molekul-molekul
adsorbat, sehingga didalamnya terjadi gaya kohesif atau gaya hidrostatik dan
gaya ikatan hidrogen yang bekerja diantara molekul seluruh material. Gaya-gaya
yang tidak seimbang menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada
interface solid/fluida. Molekul fluida yang diserap tetapi tidak
terakumulasi/melekat ke permukaan adsorben disebut adsorptif sedangkan yang
terakumulasi/melekat disebut adsorbat (Ginting, 2008). Proses adsorpsi
menunjukan dimana molekul akan meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan
zat adsorben akibat rekasi kimia dan fisika. Proses adsorpsi tergantung pada
sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat antar molekul yang diserap,
konsentrasi, temperatur dan lain-lain (Khairunisa, 2008)
Berdasarkan kekuatan
dalam berinteraksi, adsorpsi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu adsorpsi fisika
dan adsorpsi kimia.
a. Adsorpsi fisika terjadi bila gaya
intermolekular lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik
menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Gaya ini
disebut gaya Van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian
permukaan ke bagian permukaan lain dari adsorben. Gaya antar molekul adalah
gaya tarik antara molekul-molekul fluida dengan permukaan padat, sedangkan gaya
intermolekular adalah gaya tarik antar molekul-molekul fluida itu sendiri
(Sudirjo, 2005).
b. Adsorpsi kimia terjadi karena adanya
pertukaran atau pemakaian bersama elektron antara molekul adsorbat dengan
permukaan adsorben sehingga terjadi reaksi kimia. Ikatan yang terbentuk antara
adsorbat dengan adsorben adalah ikatan kimia dan ikatan itu lebih kuat daripada
adsorpsi fisika. Adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia dibedakan berdasarkan
kriteria antara lain, dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Bansal, 2005).
Dalam proses adsorpsi banyak faktor yang dapat mempengaruhi laju proses adsorpsi dan banyaknya adsorbat yang dapat dijerap. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi sebagai berikut:
Agitasi
Agitasi adalah keadaan bergolak atau bisa disebut turbulen. Laju proses adsorpsi dikendalikan oleh difusi lapisan dan difusi pori, tergantung pada keadaan larutan, tenang atau bergolak/turbulen.
Karakteristik Adsorben
Karakteristik adsorben yang mempengaruhi laju adsorpsi adalah ukuran dan luas permukaan partikel. Semakin kecil adsorben maka laju adsorpsi akan semakin cepat, sementara semakin luas permukaan adsorben maka jumlah partikel adsorbat yang diserap akan semakin banyak.
Kelarutan Adsorbat
Proses adsorpsi terjadi saat adsorbat terpisah dari larutan dan menempel di permukaan adsorben. Partikel adsorbat yang terlarut memiliki afinitas yang kuat. Tetapi ada pengecualian, beberapa senyawa yang sedikit larut sulit untuk diserap, sedangkan ada beberapa senyawa yang sangat larut namun mudah untuk diserap (Hassler, 1974).
Ukuran Pori Adsorben
Ukuran pori merupakan salah satu faktor penting dalam proses adsorpsi, karena senyawa adsorbat harus masuk ke dalam pori adsorben. Proses adsorpsi akan lancar apabila ukuran pori dari adsorben cukup besar untuk dapat memasukan adsorbat ke dalam pori adsorben. Kebanyakan air limbah mengandung berbagai ukuran partikel adsorbat. Keadaan ini dapat merugikan, karena partikel yang lebih besar akan menghalangi partikel kecil untuk dapat masuk ke dalam pori adsorben. Akan tetapi gerakan konstan dari partikel adsorbat dapat mencegah terjadinya penyumbatan. Gerakan partikel kecil yang cepat membuat partikel adsorbat yang lebih kecil akan terdifusi lebih cepat ke dalam pori (Culp & Culp, 1986).
pH
pH memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat proses adsorpsi, disebabkan ion hidrogen dapat menjerap dengan kuat, selain itu pH juga dapat mempengaruhi ionisasi. Senyawa organik asam lebih mudah diadsorpsi pada suasana pH rendah, sedangkan senyawa organik basa lebih mudah diadsorpsi pada suasana pH tinggi. Nilai optimum pH bisa ditentukan dengan melakukan pengujian di laboratorium.
Temperatur
Temperatur dapat mempengaruhi laju adsorpsi. Laju adsorpsi akan meningkat dengan meningkatnya temperatur, begitu pula sebaliknya. Proses adsorpsi merupakan proses eksotermik, maka derajat adsorpsi akan meningkat saat temperatur rendah dan turun pada temperatur tinggi.
Waktu Kontak
Waktu kontak mempengaruhi banyaknya adsorbat yang terserap, disebabkan perbedaan kemampuan adsorben dalam menyerap adsorbat berbeda-beda (Low, 1995). Kondisi eqibrilium akan dicapai pada waktu yang tidak lebih dari 150 menit, setelah waktu itu jumlah adsorbat yang terserap tidak signifikan berubah terhadap waktu (Han, 2007)
Metode adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis dan dinamis
- Cara statis (batch) yaitu memasukan larutan dengan komponen yang diinginkan ke dalam wadah berisi adsorben, selanjutnya diaduk dalam waktu tertentu. Kemudian dipisahkan dengan cara penyaringan atau dekantasi. Komponen yang telah terikat pada adsorben dilepaskan kembali dengan melarutkan adsorben dalam pelarut tertentu dan volumenya lebih kecil dari volume larutan mula-mula.
- Cara dinamis (kolom) yaitu memasukan larutan dengan komponen yang diinginkan ke dalam wadah berisi adsorben, selanjutnya komponen yang telah terserap dilepaskan kembali dengan mengalirkan pelarut (efluen) sesuai yang volumenya lebih kecil (Apriliani, 2010)
Salah satu pertimbangan
yang mendasari pemanfaatan ampas tebu menjadi adsorben, adalah ampas tebu
merupakan biomassa lignoselulosa yang memiliki kadar karbon tinggi. Tanaman
tebu (Saccharum officinarum) dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam
industri gula.
Bagian lain dari
tanaman seperti daunnya dapat pula dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan
baku pembuatan pupuk hijau atau kompos. Ampas tebu digunakan oleh pabrik gula
itu sendiri untuk bahan bakar selain itu biasanya dipakai oleh industri pembuat
kertas sebagai campuran pembuat kertas.
Daun tebu yang kering
(dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang mempunyai nilai kalori cukup
tinggi. Di pedesaan dadhok sering dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak;
selain menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga cepat
panas. Dalam konversi energi pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu
digunakan untuk bahan bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk proses produksi
dan pembangkit listrik (Anonim, 2007).
Bagas adalah limbah padat yang berasal dari industri pengolahan tebu menjadi gula (ampas tebu). Ampas ini sebagian besar mengandung bahan-bahan lignoselulosa. Bagas mengandung air 48-52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata- rata 47,7%. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Idris et al., 1994). Pada proses pengolahan tebu menjadi gula, tidak semua terkonversi menjadi gula, masih ada residu padat yang diyakini masih memiliki kandungan karbohidrat khususnya selulosa cukup tinggi dan hemiselulosa masih belum termanfaatkan dengan optimal. Potensi bagas yang merupakan residu padat pada industri gula belum banyak dimanfaatkan
Tabel 3. Penyusun bagas
dari tebu
II.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
dilakukan di lab teknologi lab medis ( TLM) pada pada 27 februari – 3 maret
2020.
Bahan
yang digunakan sebagai adsorben adalah ampas tebu yang didapatkan dari penjual
sari tebu di sekitar SMK Muhammadiyah 1 Pandaan Jl Raya Pandaan Bangil KM 2
kebonwaris Pandaan kabupaten Pasuruan ,
sedangkan minyak jelantah didapatkan dari ibu-ibu guru SMK Muhammadiyah
Pandaan. Selain itu digunakan kertas saring dan pembanding adsorben yaitu
arang.
Alat
yang digunakan berupa beker glass 1000 mL, corong gelas 7,5 cm dan batang
pengaduk
Adsorben
dalam penelitian ini digunakan 3 bentuk yatu bongkahan arang, arang yang telah
dihaluskan dan ampas tebu sebanyak masing- masing200 g. untuk minyak jelantah
daimbil sebanyak 300 ml.metode yang digunakan adalah Cara statis (batch) yaitu
memasukan larutan dengan komponen yang diinginkan ke dalam wadah berisi
adsorben, selanjutnya diaduk tiap hari selama 5 menit dalam waktu yang sama.
Kemudian dipisahkan dengan cara penyaringan atau dekantasi setelah 5 hari
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Data
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kejernihan minyak jelantah setelah
beberapa hari.
Gambar
3. Minyak jelantah sebelum perlakuan
Gambar 4. Perbandingan kejernihan minyak jelantah, dari ki-ka Ampas tebu, bongkahan arang dan arang yang dihaluskan
Gambar
5. Perbandingan kejernihan jelantah setelah pengadukan
Selama
5 hari,
Dari
data diatas bisa kita kita ketahui bahwa kejernihan dengan adsorben ampas tebu
dan bongkahan arang hampir mirip secara pengamatan visual. Untuk arang yang
dihaluskan belumbisa diamati karena terlalu halus partikelnya sehingga
memerlukan penyaring ayng lebih kecil ukurannya.
Dalam
penilaian kejernihan hanya secara organoleptis masih belum diketahui apakah
senyara karsinogen dalam minyak jelantah apakah sudah teradsorpsi semua, begitu
juga belum diketahui penggunaan jelantah sudah berapa kali digoreng. Ini masih
diperlukan penelitian lanjutan yang variative dari segi bahan yang akan
diabsorpsi dan juga kandungan jelantah sbelum dan sesudah perlakuan, bisa juga
diperbanyak pengadukan untukmeneurunkan masa penjernihan jelantah apakah
berpengaruh
IV.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dikita ambil kesimpulan sebagai berikut :
- Ampas tebu dapat mengadsorpsi senyawa kimia dalam mnyak jelantah
- Pengamatan organoleptis secara visual tidak bisa mengetahui senyawa apa yang diadsopsi
Untuk itu penulis menyarankan :
- Penelitian lebih mendalam lagi dengan variable yang lebih bervariasi dan replikasi berlebih agar hasil yang didapat lebih.meyakinkan
- Penelitian kandungan minyak jelantah sebelum dan sesudah perlakuan untuk memastikan penggunaan penelitian ini kedepannya
- Pemanfaatan minyak jelantah bisa digunakan sebagai bahan pembuatan sabun antiseptic, apalgi di masa pandemic Covid-19 seperti ini kita harus menjaga hygiene dan sanitasi lingkungan, dengan ongkos yang murah sehingga masyarakat lebih mandiri dalam menerapkan protocol kesehatan
V.
PUSTAKA
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/2673/05.2%20bab%202.pdf?sequence=8&isAllowed=y
http://eprints.undip.ac.id/44866/9/BAB_II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf
https://journal. uny,ac.id>article>download>pdf/pengolahan air minum system adsorpsi menggunakan zeolite dan karbon aktif di donotirto